Kuburan Paling Mengerikan Di Bali
Sammy Traveller - Di sisi timur Danau Batur, Kabupaten Bangli, Bali terdapat sebuah kuburan yang akan membuat bulu kuduk berdiri. Inilah kuburan Trunyan, tempat jenazah dan tengkorak diletakan begitu saja di banyak tempat.
Kapal mulai merapat ke dermaga. Saya bersama beberapa wartawan yang meliput Festival Danau Batur II pun bergegas turun. Waktu itu hampir sore, tapi matahari tak mau meredup. Teriknya sampai ke ubun-ubun.
Sayup-sayup terdengar bunyi gamelan Bali. Merdu sekali. Asal suara itu tak jauh dari dermaga. Seorang Bli (panggilan akrab untuk lelaki Bali-red) memainkan gamelan dengan lihai, di dalam sebuah bale-bale. Inilah tempat wisatawan menulis nama dan daerah asalnya pada sebuah buku tamu. Ada juga kotak amal untuk yang mau memberi sumbangan, berapa pun nominalnya, untuk pelestarian kuburan Trunyan.
Dekat situ, terdapat papan nama bertuliskan "Selamat Datang di Kuburan Terunyan". Kuburan ini hanya bisa diakses menggunakan kapal, sekitar 10 menit dari Desa Trunyan.
Terunyan, atau Trunyan, punya daya tarik wisata lewat tradisi yang bisa dibilang ngeri. Di kuburan ini, tak ada satu pun mayat yang dikubur atau dikremasi. Hal ini berbeda dengan tradisi pemakaman khas Bali yakni 'ngaben'. Semua jenazah tergeletak di atas tanah, tertutup 'ancak saji' yaitu anyaman bambu berbentuk segitiga sama kaki.
Tak hanya itu, deretan tengkorak kepala manusia seakan menyambut saya dari jauh. Jumlahnya puluhan, mungkin ratusan mengingat tersebar di banyak tempat.
"Yang mayatnya ditinggal di sini bukan sembarang orang. Ada beberapa syarat," tutur I Wayan Asli, Serda Kodim 1626 Bangli sekaligus warga Desa Trunyan.
Sambil masuk ke area kuburan, I Wayan menjelaskan beberapa syarat tersebut. Pertama, mayatnya harus utuh. Tidak borok, tidak ada luka seperti mayat kecelakaan. Kedua, layak atau tidaknya jenazah ditentukan oleh baik atau buruknya orang tersebut semasa hidup.
Saat mengantarkan jenazah, tak boleh ada wanita yang ikut dalam rombongan. Kalau peraturan ini dilanggar, bisa-bisa desa tempat tinggal wanita itu ditimpa bencana. Ya.. percaya tidak percaya.
"Di area sini khusus untuk yang sudah berkeluarga. Untuk yang bujangan dan bayi, ada makam khusus di sebelah sana," kata I Wayan, tangannya menujuk ke belakang, melampaui sebuah pohon raksasa.
Nah, pohon raksasa inilah yang jadi asal nama Trunyan. 'Taru menyan', yang berarti 'pohon wangi', punya kemampuan menghilangkan bau bangkai pada mayat.
Sontak saya sadar, dan mulai mempertajam indera penciuman. Rasanya tak mungkin, tapi memang tak ada sedikit pun bau bangkai! Bebauan yang tercium tak lain bau ranting dan daun, serta tanah subur di tepian Danau Batur.
Saya mendekat ke arah kuburan yang ditutupi 'ancak saji'. Sedikit mengintip, rupanya mayat ini diberi pakaian lengkap. Ada yang sudah tak berbentuk, ada pula yang hanya terlihat rambut. Hiii!
Di depan 'ancak saji' itu terdapat aneka sesajen dan barang-barang peninggalan mereka. Ada juga foto berpigura yang tampak usang, memperlihatkan wajah asli si jenazah sebelum meninggal.
"Yang ada payung kuningnya berarti tokoh adat. Yang payung putih berarti tokoh agama. Yang tidak pakai, berarti rakyat biasa," bisik I Wayan.
Payung yang sering jadi ornamen di pura itu dalam keadaan tertutup, bertengger di atas 'ancak saji'. Kata I Wayan, jumlah kuburan yang ditutupi 'ancak saji' hanya 11.
"Kalau ada mayat yang dikubur di sini lagi, yang paling tua digeser tulang-tulangnya. Pokoknya jumlah yang tertutup begini cuma 11," jelasnya. Telunjuk Bli itu lalu mengarah ke sebuah dinding batu tempat bertenggernya puluhan tengkorak kepala.
Beranjak pulang, saya mengamati pohon taru menyan yang raksasa itu. Akarnya yang besar-besar meliuk di atas tanah, terbenam lagi persis di area 11 makam. Sekilas, saya melihat satu bagian yang terpotong dari pohon ini.
"Ya, dulu pernah ada yang ngambil. Katanya malamnya kesurupan, terus nggak tahu deh gimana lagi. Pokoknya kalau ada yang berbuat nggak baik di sini dapat ganjarannya," I Wayan mewanti-wanti. Nah lho!
Label: destinations
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda